RIYADH, Arrahmahnews.com – Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan dalam sebuah laporan bahwa Arab Saudi mungkin kehabisan aset keuangan dalam lima tahun ke depan jika pemerintah mempertahankan kebijakan saat ini.
Arab Saudi diperkirakan akan mengalami defisit anggaran dari 21,6 persen pada tahun 2015 dan 19,4 persen pada 2016, menurut prospek ekonomi regional terbaru IMF. Negara perlu menyesuaikan pengeluaran belanja, IMF mendesak. (Baca juga: Saudi Bangkrut, Sejumlah Pangeran Menghilang Bawa Lari Kekayaan)
IMF mengatakan prospek ekonomi di kawasan saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yang paling penting termasuk meruncingnya konflik regional dan harga minyak yang merosot.
Konflik telah melahirkan sejumlah besar masalah dan pengungsian, pada skala yang belum terjadi sejak awal 1990-an, menurut laporan tersebut.
“Mencapai kesinambungan fiskal dalam jangka menengah akan sangat berat, mengingat kebutuhan untuk menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 10 juta orang yang diperkirakan akan mencari pekerjaan pada tahun 2020 di negara-negara pengekspor minyak di kawasan itu,” Direktur IMF Timur Tengah dan Asia Tengah Masood Ahmed mengatakan kepada wartawan setelah pembukaan laporan di Dubai.
Menurut penelitian, para ahli memperkirakan harga minyak yang rendah akan tetap bertahan untuk masa mendatang, RT melaporkan.
“Untuk negara eksportir minyak di kawasan itu, turunnya harga telah menyebabkan penurunan pendapatan yang sangat besar, sebesar $ 360 milyar tahun ini saja,” kata Masood Ahmed. (Baca juga: Kerajaan Saudi Sumbang Kebangkrutan Kepada Rakyatnya)
Anggota OPEC Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, UEA, Aljazair dan Libya semuanya menghadapi penurunan pendapatan yang tajam sebagai akibat dari penurunan harga minyak.
Arab Saudi saat ini menghadapi defisit anggaran untuk pertama kalinya sejak 2009. Penurunan harga minyak mentah telah sangat menpengaruhi perekonomian kerajaan sejak pendapatan penjualan minyak mencapai 80 persen dari pendapatnya. Keadaan ini mendorong pemerintah memotong pengeluaran, menunda proyek-proyek dan menjual obligasi.
Aset bersih negara itu turun sekitar $ 82 milyar dari Januari hingga Agustus. Pemerintah menjual obligasi negara senilai $ 15 milyar (55 miliar riyal) tahun ini. Defisit anggaran juga menyebabkan PHK dalam proyek-proyek di Arab Saudi.
Perusahaan yang melaksanakan proyek-proyek infrastruktur belum dibayar selama enam bulan atau lebih. Penundaan pembayaran meningkat akhir-akhir ini karena pemerintah akan mengurangi pengeluaran dalam rangka mempertahankan keuangan.
Meskipun adanya tuntutan untuk mengurangi produksi dan mendukung harga minyak mentah, OPEC belum melakukannya karena masih mempertahankan pangsa pasarnya. (Baca juga: Arab Saudi Jual Saham Besar-besaran di Eropa Akibat Bengkaknya Biaya Perang di Yaman)
Namun, bulan lalu organisasi ini mengisyaratkan kemungkinan perubahan sikap, mengatakan mungkin akan memangkas produksi dan siap untuk berbicara dengan produsen lainnya (non-OPEC).
Tetapi para ahli mengatakan pernyataan OPEC itu tidak penting tanpa ada perubahan kebijakan oleh produsen minyak mentah terbesar Arab Saudi.